Jumat, 11 Oktober 2013

experiental marketing pada mujigae korean resto

BAB I
Profil Perusahaan
1.1 Profil Singkat Mujigae
Mujigae merupakan restoran korea yang untuk pertama kali dibuka pada 10 April 2013 di Ciwalk. Penetrasi budaya Korea di Indonesia mulai dari gaya busana, drama, musik, dan makanan marak bermunculan di Indonesia merupakan salah satu alasan Alvin Arief, Direktur Mujigae Restaurant sekaligus pemiliknya membuka restaurant ini. Dengan mengusung konsep “Korea Experience” dimana ketika kita berada di dalam restaurant akan disuguhkan dengan pelayanan ramah ala Korea, deretan menu hidangan Korea, dan musik video K-pop (Korean pop music), selain itu pengunjung dapat berfoto ala Korea dan melihat suasan Myeongdong di restaurant tersebut. 
Kata Mujigae sendiri berarti pelangi yang menjelaskan bahwa masakan dan makanan merupakan sebuah karya seni, di mana makanan bukan hanya berfungsi untuk mengenyangkan saja, tetapi juga, harus menarik mata sehingga setiap orang yang melihatnya ingin segera mencicipi.
1.2 Produk dan jasa yang ditawarkan
Mujigae  merupakan tempat makan khas korea yang sangat high tech. Di mulai dari pintu masuk yang terdapat gambar hologram dari artis korea yang seolah-olah melakukan fashion show. Selain itu, di setiap meja disediakan sebuah iPad unuk melakukan pemesanan dan memilih menu. Jangan lupa bagi pecinta lagu Korea, tersedia daftar lagu yang bisa request di putar di layar besar Mujigae, cukup pesan lewat iPad yang tersedia di tiap meja makan. Tak berhenti di situ, setiap waitress menggunakan iPod untuk mengkonfirmasi pemesananan yang sudah dilakukan melalui iPad tadi. Pengunjung pun diberi fasilitas untuk foto-foto menggunakan iPad, yang nantinya ditampilkan di layar di salah satu sisi tembok restoran.Walau resto ini baru buka (10 April 2013), tapi tak perlu khawatir dengan rasa makanan yang disajikan. Mujigae menyajikan konsep yang terjangkau, dengan standar harga mall, dengan tampilan dekorasi yang unik yang secara kilat mampu menarik perhatian. Cara Mujigae menceritakan “pesan unik”nya adalah melalui berbagai visualisasi yang berbeda dan jarang ditemukan di restoran lain. Di restoran ini masakan yang dihadirkan pun sesuai dengan kualitas dan citarasa asli Korea. Beberapa menu diantaranya, yaitu Bimbimbap, Kimchi, dan Bulgogi, harga yang ditawarkan oleh restoran Korea pada umumnya terbilang mahal, tetapi Mujigae ingin merepresentasikan bahwa makanan Korea tidak selalu mahal, mulai dari Rp. 29.091 pengunjung dapat merasakan Bibimbap.
1.3 Informasi website, dan daerah pemasaran Mujigae
Website resmi Mujigae : www.mujigae.com disini kita dapat melihat menu apa saja yang ditawarkan, lokasi-lokasi outlet, dan kontak untuk mengirimkan kritik atau saran dari para pelanggan. Untuk lokasi-lokasinya sendiri di Indonesia Mujigae memiliki lima outlet untuk wilayah Bandung Mujigae memiliki dua outlet yang dapat ditemui di Cihampelas Walk dan Festival City Link, sedangkan untuk wilayah lain dapat ditemukan di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.
1.4 Kompetitor
Mungkin untuk ukuran sebuah restoran korea bergaya kasual Mujigae tidak memiliki saingan yang berat, hanya saja ada beberapa restoran yang memiliki konsep bertemakan vintage dan new western yang cukup digemari anak muda seperti Giggle Box, The Cost, dan Tree House.
1.5 Strategi Mujigae Beberapa Tahun Kedepan
Karena Mujigae merupakan satu-satunya restoran Korea bergaya kasual di Indonesia dengan kecanggihannya yang mampu menyedot pengunjung sebanyak mungkin, saat ini hanya diperlukan kekonsistenan untuk mempertahankan strategi pemasaran yang telah dilakukan, karena ciri khas restoran inilah yang menjadi daya tarik pengunjung untuk selalu datang kembali.



BAB II
Company Case
Jika dilihat taglinenya, tidak ada yang special dari Mujigae ini. Taglinenya menginformasikan bahwa Mujigae adalah sebuah restoran Korea. Namun apa yang dikategorikan dalam Unique Message tidak selalu dikomunikasikan dalam bentuk “tulisan” tapi juga dalam representasi berbagai hal yang menciptakan “message” itu sendiri. Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh Mujigae ini untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa ia adalah restoran yang layak untuk dicoba.

Tepat dibagian depan restoran terpampang gambar bergerak, yang adalah sebuah video yang berasal dari sebuah infocus ke sepanjang etalase. Merupakan sebuah video wanita-wanita Korea dengan kaki jenjang berbicara bahasa Korea yang lebih kurang mungkin artinya “yuk mampir.” sudah pasti akan membuat orang-orang yang lewat menoleh karena penasaran, dan hal ini bisa terjadi karena di Indonesia masih jarang restoran yang menggunakan dekorasi dengan visualisasi video seperti yang Mujigae lakukan.

Bagian dalam restoran ini memajang video klip Korea sebagai dekorasi dinding-dinding mereka, sehingga menjadikan restoran ini secara visual sangat interaktif, dan modern. Belum lagi saat pengunjung mulai duduk, mereka akan tertarik dengan IPad yang ada di setiap meja. IPad tersebut menawarkan berbagai aktivitas yang unik yang jarang ditemukan di restoran lain. Melalui IPad tersebut pengunjung melihat menu, melihat pesanan, berfoto, request lagu, sampai meminta bill.
Saat masyarakat dihebohkan dengan D’Cost yang memberikan PDA kepada para waiternya, Mujigae di era yang lebih modern ini, selain memberi gadget kepada para waiternya, juga memberi IPad kepada pengunjungnya.

BAB III
Kajian Teori
2.1 Kajian Pustaka
Perkembangan dunia pemasaran yang semakin pesat telah menciptakan strategi-strategi baru dalam proses mendapatkan pelanggan serta mempertahankan konsumen, hal ini menjadi jawaban dari semakin tidak kompetitifnya penggunaan pendekatan pemasaran tradisional yang hanya mengedepankan pendekatan produk. Pola pemasaran tradisional sudah tidak lagi dapat menyentuh dan mendukung para pemasar dalam menghadapi pertarungan yang semakin keras, semakin banyak pemasar bergerak menjauh dari fitur dan manfaat tradisional menuju penciptaan pengalaman bagi pelanggan. Pada saat ini apa yang diinginkan oleh konsumen adala produk dan kampanye pemasaran yang menggugah selera, menyentuh hati dan menstimulasi pikiran mereka. Konsumen menginginkan produk dan komunikasi pemasaran yang menawarkan suatu pengalaman yang berbeda dari lainnya. Untuk menciptakan pengalaman-pengalaman ini digunakan penyedia pengalaman (experience provider). Hal ini mencakup komunikasi, identitas visual dan verbal, kehadiran produk, lingkungan, situs website, media elektronik, serta people.
2.1.1 Definisi Experiental Marketing
Merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak  jaman dulu hingga sekarang oleh para pemasar. Pendekatan ini dinilai sangat efektif karena sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih menekankan diferensiasi produk untuk membedakan produknya dengan produk kompetitor. Dengan adanya experiential marketing pelanggan akan mampu membedakan produk dan jasa yang satu dengan lainnya karena mereka dapat merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung melalui lima pendekatan (sense, feel, think, act, relate), baik sebelum maupun ketika mereka mengkonsumsi sebuah produk atau jasa.
Experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk. Hal yang terpenting adalah menciptakan pelanggan yang loyal Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup mereka. Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan merek-merek tersebut dapat berhubungan dengan hidup mereka, mengerti mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi. Dalam era informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka.
Kunci Pokok Experiental Marketing :
Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok :
1. Pengalaman Pelanggan.
Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan.
2. Pola Konsumsi.
Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas.
3. Keputusan rasional dan emosional.
Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.
Elemen Strategi Experiential Marketing :
Schmitt (1999) memberikan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic expereince modules (SEMs), yang terdiri dari beberapa tipe experience dan Experience producers (ExPros), yaitu agen – agen yang dapat menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate.
1.    Sense
Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat.
Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,1999)
a . Panca indera sebagai pendiferensiasi
Sebuah organisasi dapat menggunakan sense marketing untuk mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen.
b.    Panca indera sebagai motivator
Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya.
c. Panca indera sebagai penyedia nilai
 Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang unik kepada konsumen.
2.    Feel
Perasaan berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan Feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek yang kuat dan bertahan lama (Schmitt,1999). Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experience sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu:
1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 1999). Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih.
2. Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi).
3. Think
Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problem-solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Iklan pikiran biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun knseptual, (2) berusaha untuk memikat pelanggan dan (3) memberikan sedikit provokasi.
1. Kejutan (surprise)
Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama.
2.    Memikat (intrigue)
Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalam pelanggan tersebut.
3.    Provokasi (provocation)
Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan agresif (Shmitt, 1999).
4.    Act
Tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik.
5.    Relate
Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan self-improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama.
Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui experience provider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini adalah
1.    Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, dan public relation.
2.    dentitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain.
3.    Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan.
4.    Co-branding, meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan sebagainya.
5.    Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.
6.    Websites
7.    Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service, operator call centre, dan lainnya.
Idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing mampu memberikan experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience Provider. Inilah yang disebut oleh Schmitt (1999) sebagai holistic. Dalam membangun sebuah pendekatan experiential marketing, Schmitt (1999) menghubungkannya dengan teori hierarki Maslow. Schmitt (1999) menyebutkan: If you start from scratch, the recommended sequence is the order in which I discussed the SEMs in this book: SENSE FEEL THINK ACT RELATE. SENSE attracts attention and motivates. FEEL creates an affectives bond and makes the experience personally relevant and rewarding. THINK adds a permanent cognitive interest to the experience. ACT induces a behavioral commitment. Loyalty, and a view to the future.
RELATE goes beyond the undividual experience and makes it meaningful in a broader social context. Selain itu, Shmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential. Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands.
1. Experiences don’t just happen; they need to be planned.
Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi.
2. Think about the customer experience first.
Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada
3. Be obsessive about the details of the experience.
Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori,
perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen.
Shmitt (1999) menyebutnya Exultate Jubilate, yang berarti kepuasan yang amat sangat.
4. Find the “duck” for your brand. Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen.
5. Think consumption situation, not product.
6. Strive for “holistic experiences” Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar konsumen.
7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid.
8. Use methodologies eclectically.
Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. Pemasar dalam meneliti harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan tentang reliabilitas, validitas, dan kecanggihan metodologinya.
9. Consider how the experience changes.
Pemasar terutama harus memikirkan hal ini ketika perusahaan memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.
10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand. Kebanyakan organisasi dan perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu birokratis. Untuk itulah dionysianism perlu diterapkan. Dionysianism adalah kedinamisan, gairah, dan kreativitas.
















                                           
BAB IV
Implementasi dan Model Pembahas.
Berbagai hal yang dilakukan untuk menciptakan “kesan” tersebut yang menjadi kunci restoran ini untuk menciptakan “message”. Bagi konsumen yang mendapat Unique Message dari restoran ini mereka akan selalu menganggap bahwa restoran ini “seru banget, pop banget, lifestyle banget” dan experience yang sama sekali berbeda. Cara Mujigae menceritakan “pesan unik”nya adalah melalui berbagai visualisasi yang berbeda dan jarang ditemukan di restoran lain, dan hal inilah yang menciptakan reason to buy often atau rasa ingin kembali lagi. Penawaran yang bombastis tidak selalu berkaitan dengan harga. Namun apa yang ditawarkan oleh restoran Korea pop ini lebih bersifat keunikan menu-menunya. Dari sebagian besar menu yang disajikan, hampir 80%nya jarang disajikan restoran mall lainnya.Karena menu yang disajikan bernuansa Korea, maka dari sisi bahasa dan cita rasa juga mengangkat kuliner Korea. Konsumen selalu tertarik mencoba sesuatu yang baru, apalagi didukung dengan experience yang menggoda, sehingga penawaran mereka terhadap menu-menu unik dan berbau Korea ini menjadi salah satu kunci kuat yang menarik konsumen untuk mencoba. Leads diciptakan tidak hanya bagi mereka pecinta Korea, tapi bagi saya yang jarang makan makanan Korea jadi ingin coba seperti apa saja makanan-makanan bernama Ryamun, Bibimbab, dll. Mujigae ini adalah salah satu yang memiliki “kekuatan” itu.Kekuatan untuk membuat konsumen langsung melakukan tindakan (push to action) untuk masuk dan mencoba. Analisanya ada di beberapa factor di bawah ini :
a.    Fasad restoran yang terbuka
konsumen seringkali enggan atau berpikir dua kali saat mau memasuki sebuah restoran yang “tertutup” karena mereka tidak bisa membayangkan seperti apa kondisi di dalam dan apakah mereka akan kecewa atau puas. Dan seringkali konsumen tidak mau mengambil resiko tersebut, mereka mau “yang pasti-pasti aja” dalam memilih sebuah restoran.Dan contoh yang dilakukan Mujigae adalah membuka selebar mungkin fasad restoran mereka. Di lantai bawah terbuka lebar, bahkan ada area duduk yang bersebalahan langsung dengan jalan di depannya. Dan area lantai 2 juga terbuka lebar sehingga yang makan di atas bisa lihat ke luar dan hal ini mendorong konsumen yang lewat, secara psikologi untuk “bergabung” dalam keceriaan yang ada di dalamnya. Singkat kata “koq kayaknya seru ya, masuk yuk!”
b.    Frontliners yang bersikap natural
Frontliners di Mujigae terlihat lebih “elit” dengan tidak menarik-narik konsumen dengan agresif. Mereka dengan professional berdiri di depan pintu masuk dan menyambut saat konsumen memang sudah memutuskan untuk masuk. Dan mereka membantu dengan serangkaian SOP yang “cukup”, seperti menanyakan berapa orang, mengantarkan ke tempat duduk, dll. Dengan sikap frontliners yang tidak intimidatif, membuat saya push to action, tidak canggung dan dengan senang hati menjejakkan kaki ke dalam restoran mereka.
c.    Buku menu yang diletakan didepan
saat mengunjungi sebuah restoran konsumen akan membeli 2 hal : yang pertama adalah produk makanannya, dan yang kedua adalah ambientnya. Ambient bisa kita perlihatkan dari fasad depan restoran, atau bahkan seperti poin pertama yang saya jabarkan, sebisa mungkin area dalam juga terlihat dari depan sehingga mengundang konsumen untuk push to action. Nah yang kedua adalah produk makanan. Produk makanan memang tidak bisa konsumen cicipi dulu (bahkan kalo bisa menawarkan cicipan di beberapa kategori produk tertentu, bisa mendorong konsumen untuk push to action). Tapi kalo tidak bisa menyediakan cicipan, minimal Anda menyediakan buku menu di bagian depan resto, sehingga konsumen bisa tergiur dengan berbagai menu yang ditawarkan.


BAB V
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Mujigae, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Tanggapan pegunjung mengenai implementasi experiential marketing Mujigae yang terdiri atas sense, feel, think, act, dan relate. Penilaian tertinggi pada sub variabel  experiential marketing yakni feel dan sense merupakan faktor paling tinggi dikarenakan Mujigae berupaya memberikan keunikan dari budaya k-pop, kecanggihan teknologi kepada tamu sehingga tamu merasa senang dan menimbulkan kesan berupa adanya kesan menyenangkan, istimewa, kagum, suka, serta adanya keseruan selama menikmati sajian dari Mujigae.
Experiental Marketing sebenarnya lebih dari sekedar memberikan peluang / kesempatan pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman emosional dan rasional dalam mengkonsumsi produk atau jasa, ada beberapa tujuan yang bisa dicapai seorang pemasar dengan melibatkan perasaan dan emosi pelanggannya berkatan dengan produk atau jasa yang dijual antara lain untuk meningkatkan brand awareness, brand equity dan brand loyalty. Seringkali aspek emosional ini memberikan dampak yang sangat efektif dalam proses pemasaran tetapi juga kadang kala memberikan dampak yang tidak sesuai.