BAB I
Profil Perusahaan
1.1 Profil Singkat Mujigae
Mujigae
merupakan restoran korea yang untuk pertama kali dibuka pada 10 April 2013 di
Ciwalk. Penetrasi budaya Korea di Indonesia mulai dari gaya busana, drama,
musik, dan makanan marak bermunculan di Indonesia merupakan salah satu alasan Alvin
Arief, Direktur Mujigae Restaurant sekaligus pemiliknya membuka restaurant
ini. Dengan mengusung konsep “Korea Experience” dimana ketika kita berada di
dalam restaurant akan disuguhkan dengan pelayanan ramah ala Korea, deretan menu
hidangan Korea, dan musik video K-pop (Korean pop music), selain itu pengunjung
dapat berfoto ala Korea dan melihat suasan Myeongdong di restaurant
tersebut.
Kata Mujigae
sendiri berarti pelangi yang menjelaskan bahwa masakan dan makanan merupakan
sebuah karya seni, di mana makanan bukan hanya berfungsi untuk mengenyangkan
saja, tetapi juga, harus menarik mata sehingga setiap orang yang melihatnya
ingin segera mencicipi.
1.2 Produk dan jasa
yang ditawarkan
Mujigae merupakan tempat makan khas korea yang sangat
high tech. Di mulai dari pintu masuk yang terdapat gambar hologram dari artis
korea yang seolah-olah melakukan fashion show. Selain itu, di setiap meja
disediakan sebuah iPad unuk melakukan pemesanan dan memilih menu. Jangan lupa
bagi pecinta lagu Korea, tersedia daftar lagu yang bisa request di putar di
layar besar Mujigae, cukup pesan lewat iPad yang tersedia di tiap meja makan.
Tak berhenti di situ, setiap waitress menggunakan iPod untuk mengkonfirmasi
pemesananan yang sudah dilakukan melalui iPad tadi. Pengunjung pun diberi
fasilitas untuk foto-foto menggunakan iPad, yang nantinya ditampilkan di layar
di salah satu sisi tembok restoran.Walau resto ini baru buka (10 April 2013),
tapi tak perlu khawatir dengan rasa makanan yang disajikan. Mujigae menyajikan
konsep yang terjangkau, dengan standar harga mall, dengan tampilan dekorasi
yang unik yang secara kilat mampu menarik perhatian. Cara Mujigae menceritakan
“pesan unik”nya adalah melalui berbagai visualisasi yang berbeda dan jarang
ditemukan di restoran lain.
Di restoran ini masakan yang dihadirkan pun sesuai dengan kualitas dan citarasa
asli Korea. Beberapa menu diantaranya, yaitu Bimbimbap, Kimchi, dan Bulgogi,
harga yang ditawarkan oleh restoran Korea pada umumnya terbilang mahal, tetapi
Mujigae ingin merepresentasikan bahwa makanan Korea tidak selalu mahal, mulai
dari Rp. 29.091 pengunjung dapat merasakan Bibimbap.
1.3 Informasi
website, dan daerah pemasaran Mujigae
Website resmi Mujigae : www.mujigae.com disini kita
dapat melihat menu apa saja yang ditawarkan, lokasi-lokasi outlet, dan kontak
untuk mengirimkan kritik atau saran dari para pelanggan. Untuk lokasi-lokasinya
sendiri di Indonesia Mujigae memiliki lima outlet untuk wilayah Bandung Mujigae
memiliki dua outlet yang dapat ditemui di Cihampelas Walk dan Festival City
Link, sedangkan untuk wilayah lain dapat ditemukan di Jakarta, Tangerang, dan
Bekasi.
1.4 Kompetitor
Mungkin untuk ukuran sebuah restoran korea bergaya
kasual Mujigae tidak memiliki saingan yang berat, hanya saja ada beberapa
restoran yang memiliki konsep bertemakan
vintage dan new western yang cukup digemari anak muda seperti Giggle Box,
The Cost, dan Tree House.
1.5 Strategi Mujigae
Beberapa Tahun Kedepan
Karena Mujigae merupakan satu-satunya restoran Korea
bergaya kasual di Indonesia dengan kecanggihannya yang mampu menyedot
pengunjung sebanyak mungkin, saat ini hanya diperlukan kekonsistenan untuk
mempertahankan strategi pemasaran yang telah dilakukan, karena ciri khas
restoran inilah yang menjadi daya tarik pengunjung untuk selalu datang kembali.
BAB II
Company Case
Jika
dilihat taglinenya, tidak ada yang special dari Mujigae ini. Taglinenya
menginformasikan bahwa Mujigae adalah sebuah restoran Korea. Namun apa yang
dikategorikan dalam Unique Message tidak selalu dikomunikasikan dalam bentuk
“tulisan” tapi juga dalam representasi berbagai hal yang menciptakan “message”
itu sendiri. Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh Mujigae ini untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa ia adalah restoran yang layak untuk
dicoba.
Tepat dibagian depan restoran terpampang gambar bergerak, yang adalah sebuah video yang berasal dari sebuah infocus ke sepanjang etalase. Merupakan sebuah video wanita-wanita Korea dengan kaki jenjang berbicara bahasa Korea yang lebih kurang mungkin artinya “yuk mampir.” sudah pasti akan membuat orang-orang yang lewat menoleh karena penasaran, dan hal ini bisa terjadi karena di Indonesia masih jarang restoran yang menggunakan dekorasi dengan visualisasi video seperti yang Mujigae lakukan.
Bagian dalam restoran ini memajang video klip Korea sebagai dekorasi dinding-dinding mereka, sehingga menjadikan restoran ini secara visual sangat interaktif, dan modern. Belum lagi saat pengunjung mulai duduk, mereka akan tertarik dengan IPad yang ada di setiap meja. IPad tersebut menawarkan berbagai aktivitas yang unik yang jarang ditemukan di restoran lain. Melalui IPad tersebut pengunjung melihat menu, melihat pesanan, berfoto, request lagu, sampai meminta bill.
Saat
masyarakat dihebohkan dengan D’Cost yang memberikan PDA kepada para waiternya, Mujigae
di era yang lebih modern ini, selain memberi gadget kepada para waiternya, juga
memberi IPad kepada pengunjungnya.
BAB III
Kajian Teori
2.1 Kajian Pustaka
Perkembangan dunia pemasaran yang semakin pesat telah
menciptakan strategi-strategi baru dalam proses mendapatkan pelanggan serta
mempertahankan konsumen, hal ini menjadi jawaban dari semakin tidak
kompetitifnya penggunaan pendekatan pemasaran tradisional yang hanya
mengedepankan pendekatan produk. Pola pemasaran tradisional sudah tidak lagi
dapat menyentuh dan mendukung para pemasar dalam menghadapi pertarungan yang
semakin keras, semakin banyak pemasar bergerak menjauh dari fitur dan manfaat
tradisional menuju penciptaan pengalaman bagi pelanggan. Pada saat ini apa yang
diinginkan oleh konsumen adala produk dan kampanye pemasaran yang menggugah
selera, menyentuh hati dan menstimulasi pikiran mereka. Konsumen menginginkan
produk dan komunikasi pemasaran yang menawarkan suatu pengalaman yang berbeda
dari lainnya. Untuk menciptakan pengalaman-pengalaman ini digunakan penyedia
pengalaman (experience provider). Hal ini mencakup komunikasi, identitas visual
dan verbal, kehadiran produk, lingkungan, situs website, media elektronik,
serta people.
2.1.1 Definisi Experiental Marketing
Merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang
sebenarnya telah dilakukan sejak jaman
dulu hingga sekarang oleh para pemasar. Pendekatan ini dinilai sangat efektif
karena sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih
menekankan diferensiasi produk untuk membedakan produknya dengan produk
kompetitor. Dengan adanya experiential marketing pelanggan akan mampu
membedakan produk dan jasa yang satu dengan lainnya karena mereka dapat
merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung melalui lima pendekatan
(sense, feel, think, act, relate), baik sebelum maupun ketika mereka
mengkonsumsi sebuah produk atau jasa.
Experiential marketing dapat sangat berguna untuk
sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap
penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah
citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk
pelanggan untuk mencoba dan membeli produk. Hal yang terpenting adalah
menciptakan pelanggan yang loyal Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek
tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup mereka. Pelanggan juga ingin
perusahaan-perusahaan dan merek-merek tersebut dapat berhubungan dengan hidup
mereka, mengerti mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup
mereka lebih terpenuhi. Dalam era informasi, teknologi, perubahan dan pilihan,
setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang
diberikan produk atau jasa mereka.
Kunci Pokok Experiental Marketing :
Tahap
awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok :
1. Pengalaman Pelanggan.
1. Pengalaman Pelanggan.
Pengalaman pelanggan melibatkan
panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa
di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan.
2.
Pola Konsumsi.
Analisis pola konsumsi dapat
menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan
jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai
bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen.
Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan
loyalitas.
3.
Keputusan rasional dan emosional.
Pengalaman dalam hidup sering
digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan
dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing
pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.
Elemen
Strategi Experiential Marketing :
Schmitt (1999)
memberikan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic expereince modules (SEMs),
yang terdiri dari beberapa tipe experience dan Experience producers (ExPros), yaitu agen – agen yang dapat
menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima
tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate.
1.
Sense
Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat.
Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,1999)
a . Panca indera sebagai pendiferensiasi
Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat.
Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,1999)
a . Panca indera sebagai pendiferensiasi
Sebuah organisasi
dapat menggunakan sense marketing untuk mendiferensiasikan produk organisasi
dengan produk pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli
produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen.
b. Panca indera sebagai motivator
Penerapan unsur
sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya.
c. Panca indera sebagai penyedia nilai
c. Panca indera sebagai penyedia nilai
Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang
unik kepada konsumen.
2. Feel
Perasaan berhubungan dengan
perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good
biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan, menghubungkan
pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan
untuk bereaksi terhadap pesan Feel campaign sering digunakan untuk membangun
emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk
yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan.
Sebaliknya, ketika pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang
ditawarkan perusahaan, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan
beralih kepada produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat menciptakan
perasaan yang baik secara konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat
menciptakan loyalitas merek yang kuat dan bertahan lama (Schmitt,1999). Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan
perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif
atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar
bermaksud untuk menggunakan affective experience sebagai bagian dari strategi
pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu:
1. Suasana
hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati dapat
dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 1999).
Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati
seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan
merek apa yang mereka pilih.
2. Emosi (emotion), lebih kuat
dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang
spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu
disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk,
atau komunikasi).
3. Think
Perusahaan
berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problem-solving experiences, dan mendorong
pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan
perusahaan atau produk. Iklan pikiran biasanya lebih bersifat tradisional,
menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang tak terjawabkan Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think
campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik
dalam bentuk visual, verbal ataupun knseptual, (2) berusaha untuk memikat
pelanggan dan (3) memberikan sedikit provokasi.
1.
Kejutan (surprise)
Kejutan
merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat
dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai
dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan
mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka
harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang
pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing,
unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan
pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang
mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang
lama.
2. Memikat
(intrigue)
Jika
kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan
rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat
ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa
yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang
lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalam pelanggan
tersebut.
3. Provokasi
(provocation)
Provokasi dapat menimbulkan
sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko
jika dilakukan secara tidak baik dan agresif (Shmitt, 1999).
4.
Act
Tindakan yang berhubungan
dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan
gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan
dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda,
mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik.
5.
Relate
Relate
menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate
menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan
self-improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan
sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat
berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama.
Kelima
tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui experience
provider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini adalah
1. Komunikasi,
meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, dan
public relation.
2. dentitas
dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain.
3. Tampilan
produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan.
4. Co-branding,
meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi,
penempatan produk dalam film, dan sebagainya.
5. Lingkungan
spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet
penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.
6. Websites
7. Orang,
meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service, operator call
centre, dan lainnya.
Idealnya,
sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing mampu memberikan
experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience
Provider. Inilah yang disebut oleh Schmitt (1999) sebagai holistic. Dalam
membangun sebuah pendekatan experiential marketing, Schmitt (1999)
menghubungkannya dengan teori hierarki Maslow. Schmitt (1999) menyebutkan: If
you start from scratch, the recommended sequence is the order in which I
discussed the SEMs in this book: SENSE FEEL THINK ACT RELATE. SENSE attracts
attention and motivates. FEEL creates an affectives bond and makes the
experience personally relevant and rewarding. THINK adds a permanent cognitive
interest to the experience. ACT induces a behavioral commitment. Loyalty, and a
view to the future.
RELATE goes beyond the undividual experience and makes it meaningful in a broader social context. Selain itu, Shmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential. Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands.
RELATE goes beyond the undividual experience and makes it meaningful in a broader social context. Selain itu, Shmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential. Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands.
1.
Experiences don’t just happen; they need to be planned.
Dalam
proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan,
intrik, dan bahkan provokasi.
2. Think
about the customer experience first.
Setelah
itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik
fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada
3. Be
obsessive about the details of the experience.
Konsep
pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori,
perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen.
perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen.
Shmitt
(1999) menyebutnya Exultate Jubilate, yang berarti kepuasan yang amat sangat.
4. Find the “duck” for your brand. Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen.
4. Find the “duck” for your brand. Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen.
5. Think
consumption situation, not product.
6. Strive
for “holistic experiences” Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas,
adalah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi,
relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar
konsumen.
7. Profile
and track experiential impact with the Experiential Grid.
8. Use
methodologies eclectically.
Metode
penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal
maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. Pemasar dalam meneliti
harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan tentang reliabilitas,
validitas, dan kecanggihan metodologinya.
9.
Consider how the experience changes.
Pemasar
terutama harus memikirkan hal ini ketika perusahaan memutuskan untuk memperluas
merek ke dalam kategori baru.
10. Add
dynamism and “dionysianism” to your company and brand. Kebanyakan organisasi
dan perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu
birokratis. Untuk itulah dionysianism perlu diterapkan. Dionysianism adalah
kedinamisan, gairah, dan kreativitas.
BAB IV
Implementasi dan Model Pembahas.
Berbagai
hal yang dilakukan untuk menciptakan “kesan” tersebut yang menjadi kunci
restoran ini untuk menciptakan “message”. Bagi konsumen yang mendapat Unique
Message dari restoran ini mereka akan selalu menganggap bahwa restoran ini “seru banget, pop banget, lifestyle banget”
dan experience yang sama sekali
berbeda. Cara Mujigae menceritakan “pesan unik”nya adalah melalui berbagai
visualisasi yang berbeda dan jarang ditemukan di restoran lain, dan hal inilah
yang menciptakan reason to buy often
atau rasa ingin kembali lagi. Penawaran yang bombastis tidak selalu berkaitan
dengan harga. Namun apa yang ditawarkan oleh restoran Korea pop ini lebih bersifat
keunikan menu-menunya. Dari sebagian besar menu yang disajikan, hampir 80%nya
jarang disajikan restoran mall lainnya.Karena menu yang disajikan bernuansa
Korea, maka dari sisi bahasa dan cita rasa juga mengangkat kuliner Korea.
Konsumen selalu tertarik mencoba sesuatu yang baru, apalagi didukung dengan
experience yang menggoda, sehingga penawaran mereka terhadap menu-menu unik dan
berbau Korea ini menjadi salah satu kunci kuat yang menarik konsumen untuk
mencoba. Leads diciptakan tidak hanya bagi mereka pecinta Korea, tapi bagi saya
yang jarang makan makanan Korea jadi ingin coba seperti apa saja
makanan-makanan bernama Ryamun, Bibimbab, dll. Mujigae ini adalah salah satu
yang memiliki “kekuatan” itu.Kekuatan untuk membuat konsumen langsung melakukan
tindakan (push to action) untuk masuk dan mencoba. Analisanya ada di beberapa
factor di bawah ini :
a. Fasad restoran yang terbuka
konsumen
seringkali enggan atau berpikir dua kali saat mau memasuki sebuah restoran yang
“tertutup” karena mereka tidak bisa membayangkan seperti apa kondisi di dalam
dan apakah mereka akan kecewa atau puas. Dan seringkali konsumen tidak mau
mengambil resiko tersebut, mereka mau “yang pasti-pasti aja” dalam memilih
sebuah restoran.Dan contoh yang dilakukan Mujigae adalah membuka selebar
mungkin fasad restoran mereka. Di lantai bawah terbuka lebar, bahkan ada area
duduk yang bersebalahan langsung dengan jalan di depannya. Dan area lantai 2
juga terbuka lebar sehingga yang makan di atas bisa lihat ke luar dan hal ini
mendorong konsumen yang lewat, secara psikologi untuk “bergabung” dalam
keceriaan yang ada di dalamnya. Singkat kata “koq kayaknya seru ya, masuk yuk!”
b. Frontliners yang bersikap
natural
Frontliners
di Mujigae terlihat lebih “elit” dengan tidak menarik-narik konsumen dengan
agresif. Mereka dengan professional berdiri di depan pintu masuk dan menyambut
saat konsumen memang sudah memutuskan untuk masuk. Dan mereka membantu dengan
serangkaian SOP yang “cukup”, seperti menanyakan berapa orang, mengantarkan ke
tempat duduk, dll. Dengan sikap frontliners yang tidak intimidatif, membuat
saya push to action, tidak canggung dan dengan senang hati menjejakkan kaki ke
dalam restoran mereka.
c. Buku menu yang diletakan
didepan
saat
mengunjungi sebuah restoran konsumen akan membeli 2 hal : yang pertama adalah
produk makanannya, dan yang kedua adalah ambientnya. Ambient bisa kita
perlihatkan dari fasad depan restoran, atau bahkan seperti poin pertama yang
saya jabarkan, sebisa mungkin area dalam juga terlihat dari depan sehingga
mengundang konsumen untuk push to action. Nah yang kedua adalah produk makanan.
Produk makanan memang tidak bisa konsumen cicipi dulu (bahkan kalo bisa
menawarkan cicipan di beberapa kategori produk tertentu, bisa mendorong
konsumen untuk push to action). Tapi kalo tidak bisa menyediakan cicipan,
minimal Anda menyediakan buku menu di bagian depan resto, sehingga konsumen
bisa tergiur dengan berbagai menu yang ditawarkan.
BAB
V
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada
Mujigae, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Tanggapan pegunjung mengenai implementasi experiential
marketing Mujigae yang terdiri atas sense, feel, think, act, dan relate.
Penilaian tertinggi pada sub variabel experiential
marketing yakni feel dan sense merupakan faktor paling tinggi dikarenakan Mujigae
berupaya memberikan keunikan dari budaya k-pop, kecanggihan teknologi kepada
tamu sehingga tamu merasa senang dan menimbulkan kesan berupa adanya kesan menyenangkan,
istimewa, kagum, suka, serta adanya keseruan
selama menikmati sajian dari Mujigae.
Experiental
Marketing sebenarnya lebih dari sekedar memberikan peluang / kesempatan pada
pelanggan untuk memperoleh pengalaman emosional dan rasional dalam mengkonsumsi
produk atau jasa, ada beberapa tujuan yang bisa dicapai seorang pemasar dengan
melibatkan perasaan dan emosi pelanggannya berkatan dengan produk atau jasa
yang dijual antara lain untuk meningkatkan brand awareness, brand equity dan
brand loyalty. Seringkali aspek emosional ini memberikan dampak yang sangat
efektif dalam proses pemasaran tetapi juga kadang kala memberikan dampak yang
tidak sesuai.